UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1964
TENTANG
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN SWASTA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk lebih menjamin ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh yang di samping tani harus menjadi kekuatan pokok dalam revolusi dan harus menjadisoko-guru masyarakat adil dan makmur, seperti tersebut dalam Manifesto Politik,beserta perinciannya, perlu segera dikeluarkan Undang-undang tentang PemutusanHubungan Kerja di Perusahaan Swasta;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat 1 serta pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar;
2. Undang-undang No. 10 Prp tahun 1960 jo Keputusan Presiden No. 239 tahun 1964;
Dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
MEMUTUSKAN :
I.
II.
Pasal 1
(1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusanhubungan kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selamawaktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus-menerus;
b. selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara yangditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadatyang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
Pasal 2
Bilasetelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan,pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja denganorganisasdi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruhitu tidak menjadi anggota dari salah-satu organisasi buruh.
Pasal 3
(1)
(2)
Pasal 4
Izintermaksud pada pasal 3 tidak diperlukan, bila pemutusan hubungan kerjadilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.
Lamanyamasa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harusdiberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.
Pasal 5
(1)
(2)
Pasal 6
PanitiaDarah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerjadalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaianperselisihan perburuhan.
Pasal 7
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 8
Terhadappenolakan pemberian izin oleh Panitia Daerah, atau pemberian izin dengansyarat, tersebut pada pasal 7 ayat (2), dalam waktu empat belas hari setelahputusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/ataupengusaha maupun organisasi buruh/atau organisasi pengusaha yang bersangkutandapat minta banding kepada Panitia Pusat.
Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikanpermohonan banding menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaianperselisihan perburuhan dalam tingkat bandingan.
Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpaizin seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.
Pasal 11
Selama izintermaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan bandingtersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusahamaupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.
Pasal 12
Undang-undangini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi diperusahaan-perusahaanSwasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka,asal mempunyai masa kerja lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuanpelaksanaan yang belum diatur di dalam Undang-undang ini ditetapkan olehMenteri Perburuhan.
Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlakupada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapatmengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23September 1964.
PD. PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA,
Dr. SUBANDRIO.
Diundangkan diJakarta
pada tanggal 23September 1964.
SEKRETARIS NEGARA,
MOHD. ICHSAN.
LEMBARAN NEGARA TAHUN 1964 NOMOR 93
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG No.12 TAHUN 1964
tentang
PEMUTUSAN HUBUNGANKERJA DI PERUSAHAAN SWASTA.
UMUM.
Bagikaum buruh putusnya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengansegala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketenteraman hidup kaumburuh seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja.
Tetapipengalaman sehari-hari membuktikan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapatdicegah seluruhnya.
Berbagaijalan dapat ditempuh untuk memecahkan persoalannya. Setelah ditinjaumasak-masak berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lampau, maka pada hematPemerintah, sistim yang dianut dalam Undang-undang ini adalah yang paling tepatbagi negara kita dalam taraf pertumbuhan sekarang.
Pokok-pokokpikiran yang diwujudkan dalam Undang-undang ini dalam garis besarnya adalahsebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
- Demikian juga pemutusan hubungan kerja karena akibat modernisasi, otomatisasi, effisiency dan rationalisasi yang disetujui oleh Pemerintah mendapat perhatian Pemerintah sepenuhnya dengan jalan mengusahakan secara aktif penyaluran buruh-buruh itu keperusahaan/proyek lain.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Sekiranya disini dikemukakan, bahwa jumlah sepuluh termaksud pada pasal 3 ayat (2) hanyamerupakan ancar-ancar; ukuran yang penting yalah maksud/hasrat pengusaha untuk memutuskan hubungan kerja secara besar-besaran.
Pasal 4
Dalam masa percobaan menurut hukum yang berlaku kedua pihak berwenang untukmemutuskan hubungan kerja seketika. Asas tersebut telah dipertahankan dalam Undang-undang ini.
Pasal 5
Mengatur tata cara permohonan izin dan lain-lain hal yang bersifat formil, sehingga tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pasal 6
Mengatur tata cara permohonan izin dan lain-lain hal yang bersifat formil, sehinggatidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pasal 7
Mengatur tata cara permohonan izin dan lain-lain hal yang bersifat formil, sehingga tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pasal 8
Mengatur tata cara permohonan izin dan lain-lain hal yang bersifat formil, sehingga tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pasal 9
Mengatur tata cara permohonan izin dan lain-lain hal yang bersifat formil, sehinggatidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Berdasarkanpasal 12 ini semua buruh (termasuk buruh contractor) dengan tidak menghiraukan apakah mereka buruh harian, bulanan) atau borongan (op stuikloon) dilindungi oleh Undang-undang ini.
Yang dimaksudkan dengan perusahaan, yalah perusahaan yang tidak berstatus perusahaannegara atau perusahaan daerah dan yang merupakan organisasi dari alat-alatproduksi untuk menghasilkan barang-barang atau jasa guna memuaskan kebutuhanmasyarakat.
Adapun mengenai pemutusan hubungan kerja diperusahaan- perusahaan negara dan daerah,Pemerintah bermaksud mengadakan peraturan tersendiri.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar