Senin, 25 Oktober 2010

Dampak Pembangunan Mall di Indonesia

Dampak Positif


1. Mall memberikan peningkatan pendapatan negara dalam bentuk pajak, karena adanya aktivitas ekonomi disitu. Aktivitas ekonomi yang terjadi juga bukanlah main-main karena faktor penggerak transaksi kaum urban yang datang ke mall sudah tentu didominasi kalangan menengah ke atas. Sejatinya mereka bisa mengeluarkan lebih dari 100rb rupiah untuk setiap kedatangan mereka ke pusat perbelanjaan (akumulasi dari parkir, belanja, makan dan minum, atau kegiatan lain seperti nonton bioskop).

Ini adalah hal yang sangat menggiurkan terutama untuk pemerintah kita sebagai pendapatan negara. Meningkatnya jumlah orang kaya di tahun 2010 ini dan memboomingnya industri kreatif dapat turut mendongkrak psikologis manusia untuk berbelanja. Berbelanja hal-hal yang mungkin tidak terlalu mereka butuhkan.

2. Setiap pendirian mall berarti penyerapan tenaga kerja baru. Setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1% hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 250.000 - 300.000 orang tenaga kerja. Masih belum bisa menutupi angka jumlah pengangguran sebanyak 10 juta orang lebih di Indonesia. Pertanyaannya adalah, tenaga kerja manakah yang akan diserap oleh Mall? Tenaga kerja penduduk dengan KTP DKI Jakarta? Ataukah tenaga kerja Bodetabek yang notabene akan menambah jumlah komuter ke Ibukota?

3. Mall adalah sebuah lambang pengakuan. Pengakuan dari pihak-pihak; terutama tenant (terlebih jika tenant berasal dari luar negeri) bahwa iklim investasi di Indonesia baik. Menurut indeks investasi dunia, Indonesia masuk dalam peringkat 17 negara yang dapat dijadikan tempat berinvestati. Menyusul kenaikan harga IHSG yang nyaris menembus angka 3000, adalah indikasi-indikasi lain yang menunjukkan bahwa secara makro, negara ini memiliki fundamental ekonomi yang kuat.

4. mall juga memberikan fasilitas dan menampung seluruh kebutuhan masyarakat kota pada umumnya sehingga mall menjadi bangunan wajib yang ada di hampir seluruh pusat kota di indonesia


Dampak Negatif


Pembangunan mall akhir-akhir ini semakin meningkat, seiring pertumbuhan pembangunan di kota jakarta, ada dampak positif tapi lebih banyak negatifnya dari pertumbuhan mall tersebut.


Banyaknya mall akan juga melahirkan jurang perbedaan yang tinggi antara si kaya dan si miskin. Sehingga si miskin makin tidak akan merasa nyaman. Selain itu dampak lain pembangunan mall adalah warga akan semakin sulit mendapatkan ruang terbuka, seperti daerah resapan air atau taman sehingga pada gilirannya akan menyebabkan banjir. Dampak sosial dari pembangunan mall adalah warga akan terbius menjadi warga yang konsumtif dan menghabiskan waktunya dimall, kalau sang warga punya kemampuan finansial yang baik untuk belanja di mall mungkin tidak terlalu masalah, akan tetapi jika sang warga tak punya uang yang cukup, maka yang akan terjadi adalah angka kriminalitas yang akan semakin tinggi. Seperti pencopetan, penjambretan, perampokan dll.

Dalam konsep teori pembangunan perkotaan, yang seharusnya menjadi tempat berkumpul warga kota adalah taman atau area terbuka, namun karena keterbatasan dana dari pemerintah daerah untuk membangun taman baru dan perawatan taman yang telah ada maka mereka sulit mendapatkan taman atau lahan yang enak dikunjungi. Warga kota merasakan taman yang tidak terawat,kotor, kumuh. Ada hal menarik di balik pertumbuhan mall yang meningkat yaitu karena warga kota kehilangan tempat untuk sekedar berkumpul maka mal-mall jadi satu-satunya tempat untuk ajang berkumpul dan interaksi antar warga kota.

Satu lagi dampak negatif dari pertumbuhan mall adalah tersingkirnya satu persatu pasar tradisional yang pada gilirannya mematikan aktifitas pedagang tradisional pribumi. Jumlah pedagang tradisional semakin hari semakin berkurang akibat kalah bersaing dengan pasar modern yang memberi kenyamanan yang lebih. Sebagai catatan dari 37 pasar tradisional yang ada di kota bandung hanya ada dua pasar yang tingkat huniannya diatas 75%, sisanya hanya mempunyai tingkat hunian dibawah 50%.

Menurut survei yang dilakukan di kota bandung, saat ini jumlah pedagang tradisional yang masih giat beraktifitas adalah sekitar 9800 pedagang, jauh dibawah perkiraan tahun 2007 yang masih sekitar 13000 pedagang yang masih aktif, berbanding terbalik dengan pertumbuhan mall. Sepanjang tahun 2009 berdasarkan survei, jumlah pertumbuhan mall di kota bandung sekitar 31,4% . Perkembangan jumlah mall yang tak terkendali menyebabkan penurunan jumlah pasar tradisional. Perbandingan setiap satu mall berdiri maka 100 pedagang dan warung akan gulung tikar.


• Paris Van Java (Bandung)

Paris Van Java, Bandung karya arsitek Ir Wawa Sulaeman, MBA, M.Arch

Mudah-mudahan Anda sudah pernah ke sini. Mall yang menarik utk ukuran Bandung, bahkan mungkin Indonesia. Di PVJ Bandung banyak toko-toko ternama dan resto ruang luar yang kita bisa duduk dan kongkow seru sambil berada di bawah pohon trembesi yang masih cukup rindang. Yang menarik di sini ialah Anda bisa bawa peliharaan Anda – bukan selingkuhan looh maksudnya ! Bawalah Bull anjing English Shepherd Anda kesini jalan-jalan dan biarkan dia juga cari pasangannya. Di sini Anda juga boleh bawa kakak tua Anda, wong disini ada banyak burung merpati dipelihara koq.

Antara pemberi tugas dan arsitek ada kerjasama shgg arsitek bisa menghasilkan karya arsitektur yg baik tempat keramaian berada. PVJ mirip konsep Citos dan Cihampelas Walk, malah dengan koridor antar toko yg semi terbuka. Di sini efek tampiasan hujan masih bisa kita rasakan bila kita jalan di koridor tengah. Ini dikarenakan antar toko di lantai dasarnya, hampir-hampir tidak diberikan skylight penutup atap. Ini yg luar biasa. Sebab biasanya mall umumnya selalu dgn konsep koridor & skylight. Sedangkan di PVJ tidak. Memang ini disengaja supaya kita seperti lebih berada di arcade ruang luar toko pinggir jalan daripada berada di dalam. Ada upaya utk memanipulasi atmosfir ruang arsitektur & pengalaman berjalan di koridor ruang luar ke konsep ruang ke dlm sebuah pusat belanja. Coba deeh kalau ke Bandung mampir kemari, tempatnya bagus & asik utk ang out.

Dulu alun-alun kota adalah tempat kita ngumpul sekarang yaa Starbucks & J.Co di mall. Mall jadi tempat ibadah baru bagi semua orang. Pusat belanja adalah berhala baru bagi kita. Pergi ke taman kota adalah hal asing bagi anak-anak generasi 2000an. Dulu Monas adlh taman kota terbuka yg bisa diakses semua kalangan. Sekarang paling yg bokek saja yg pergi ke Monas. Yg berduit, yaa ke mall. Ngapain duduk di Monas ? Ada perasaan canggung dan tdk nyaman. Saya ke Monas Oktober 2008 lalu utk acara pemotretan, juga agak malas. Tempatnya kotor, suhu ruang malam harinya tetap panas. Mungkin krn vegetasinya saya tdk tahu. Yang datang ABG, pecun, dan bnyk gembel mulung sampah. Ada perasaan tdk nyaman. Coba kalau di mall ? Yg berkunjung pasti wangi, bawa mobil lagi. Saya kira ruang & taman kota mutlak harus memberi rasa nyaman dan aman utk bisa diakses semua kelas golongan, tanpa beda kelas ekonomi. Buat yg merasa kaya tdk takut dirampok, sedangkan buat yg marjinal tdk ditolak utk piknik gratis di taman kota. Bila ruang luar spt ini belum tercipta maka menurut saya, taman kota ruang luar belum berhasil dibuat. Sedangkan yg terjadi saat ini seperti seakan-akan tertulis bhw taman kota hny utk kaum marjinal dan sedangkan mall utk kaum yg berada. Padahal di Central Park NY biasa lihat keluarga yg piknik, karyawan yg menyebrang taman ke kantornya, bankers berjas, atau pemulung yg ketiduran di taman yg siap diusir juga siih. Intinya taman atau alun-alun kota yg nyaman dan aman buat semua orang wajib dipunya oleh kota.

Makanya tidak heran konsep CITOS Jakarta, CIWALK & PVJ Bandung banyak dibangun & tetap menarik sbg konsep simulacra ruang yg memanipulasi ruang terbuka luar masuk ke ruang dalam gedung bernama town square, plaza, atau apapun namanya. Jadi jgn heran bila mall lbh banyak dibandingkan taman ruang luar Jakarta. Taman, pasar trad, K5, pedestrian, & angkutan massal yg layak adalah barang langka arsitektur Jakarta. Jadi juga jgn kaget di Kelapa Gading, ada tanah fasos/fasum jadi mall olah raga (tdk usah saya ceritakan berita usang ini yaa kan ??) Pusat belanja tetap lebih sexy dibandingkan membangun taman terbuka. Semoga saja Taman Menteng yg baru tidak usang dan jadi ruang hampa bernasib nestapa berikutnya yg akhirnya dilupakan setelah terjadi pergantian gubernur – gubernur yg sekarang lumayan rajin.

http://www.spaxious.com/2009/04/paris-van-java-bandung-karya-arsitek-ir-wawa-sulaeman-mba-m-arch/