Jumat, 11 Mei 2012

Grand Palace Bangkok, Thailand.

Grand Palace Bangkok: Jantung Kota Malaikat

terbit di Harian Kompas, 2006 
Krung Thep Mahanakhon Bowon Rattanakosin Mahinthrayutthaya Mahadilokphop Noppharat Ratchathani Burirom Udom Ratchaniwet Mahasathan Amon Phiman Awatan Sathit Sakkathatiya Witsanukam Prasit adalah nama yang diberikan oleh King Rama I untuk ibukota kerajaannya ini. Nama kota Bangkok tersebut saat ini, lebih dikenal dengan nama singkat Krung Thep atau Kota Malaikat.  
Satu dari kota-kota metropolis di Asia Tenggara ini tidak jauh berbeda dengan kota-kota besar lainnya seperti Jakarta ataupun Kuala Lumpur. Jalan dipadati oleh berbagai jenis kendaraan yang berjalan lambat, jalur pedestrian penuh oleh pedagang kaki lima, maupun lalu lalang manusia yang berlomba dengan waktu. Bahkan cuaca siang itu pun terasa tidak jauh berbeda dengan panasnya udara kota Yogyakarta-kota awal perjalanan kami dimulai.    Siang itu jam menunjukkan pukul 12.00 waktu Thailand. Udara memang terasa panas sejak kami turun dari perahu wisata sungai Chao Phraya di dermaga Tha Tien Pier. Ya, dermaga ini merupakan salah satu akses yang tersedia bagi wisatawan menuju tujuan kunjungan kami berikutnya, Komplek Grand Palace (Komplek Istana Kerajaan).

Komplek Grand Palace
Komplek Grand Palace berada di wilayah Ko Rattanakosin, sebuah wilayah dimana kota kuno pertama kali dibangun; sejarah dan budaya Thailand terkumpul dan berkembang seperti saat ini, dimana jantung kota Bangkok berdenyut, dimana jantung kota malaikat berada, demikian buku panduan What Pho memberikan gambaran keberadaan Komplek Grand Palace kepada kami. Atap-atap berukuran besar khas Thailand serta ujung-ujung dari pagoda terlihat di balik kokohnya tembok putih setinggi lebih kurang 5 meter yang mengelilingi Komplek Grand Palace. Sejak awal rencana keberangkatan ke Bangkok, kunjungan ke Grand Palace menempati prioritas utama kami, dan tidaklah salah, karena Grand Palace adalah simbol negara Thailand dan salah satu museum terlengkap untuk melihat arsitektur Thailand serta alkulturasinya dengan barat dan negara asia lainnya. 
 09.jpgcampuran11.jpg
Komplek Grand Palace yang dikelilingi tembok putih sepanjang 1900 meter, mengingatkan kembali pada Kraton Yogyakarta maupun Surakarta yang juga memusatkan aktivitasnya di area dalam tembok benteng (njeron beteng). Grand Palace didirikan tahun 1782 –pada Periode Rattanakosin (atau Periode Bangkok) –oleh King Taksin sebagai ibukota ke tiga setelah Ayutthaya dihancukan oleh Burma pada tahun 1767, dan Thonburi di sisi kanan sungai Chao Phraya tidak lagi digunakan sebagai ibukota (Dumarcay, 1991).  Kompleks ini berada di atas 218.000 meter persegi lahan Pulau Rattanakosin yang dikelilingi kanal-kanal, dan dibangun dengan mengikuti lay out tradisional kompleks istana di Ayutthaya, salah satunya terlihat pada arah hadap Grand Palace ke utara dengan sungai Chao Phraya mengalir di sisi kirinya.  Waktu dua hingga tiga jam paling tidak harus disediakan untuk melihat keseluruhan bangunan di komplek ini, meskipun sebenarnya waktu yang lebih lama harus diluangkan untuk menikmati detil-detil ukiran maupun lukisan yang menghiasi hampir seluruh bagian bangunan di komplek ini.   Siang itu matahari bersinar terik, ukiran-ukiran berwarna kuning keemasan dan detil-detil kaca yang memantulkan sempurna sinar tersebut agak menyulitkan untuk melihat setiap detail dengan baik, namun mengenali perpaduan antara beberapa budaya yang berinteraksi di tahiland tidaklah terlalu sulit. Lihat saja keberadaan patung batu Lan Than Nai Tvarapala -raksasa Cina yang memegang senjata dan patung-patung batu khas china lainnya, serta kolom-kolom klasik Yunani dan Romawi, berpadu menjadi satu dengan arsitektur Thailand, baik sebagai bagian dari satu bangunan maupun yang berdiri utuh sebagai bangunan berasitektur non-Thailand.  Dengan 200bath, paket kunjungan ini menjelajahi tiga lokasi yaitu Wat Phra Kaew, Grand Palace dan Galeri. Komplek ini terdiri dari tiga lapis yang masing-masingnya dikelilingi tembok. Lapisan paling dalam adalah tempat tinggal keluarga kerajaan dan kantor-kantor terpenting kerajaan; lapisan luar terdiri dari hall kerajaan, area penerima, dan bangunan-bangunan pemerintah untuk menyelenggarakan upacara-upacara penting dan bisnis-bisnis pemerintah; sedangkan area terluar adalah tempat dimana royal temple (kuil kerajaan) Wat Phra Kaew berada.  
Wat Phra Kaew
Wat Phra Kaew dikenal juga dengan nama Wat Phra Sri Rattanasatdaram atau Emerald Buddha Temple. Nama Emerald Budha Temple diberikan karena kuil ini adalah rumah bagi patung Emerald Budha–image Budha yang paling dihormati di Thailand. Patung Budha dalam posisi duduk bersila setinggi lebih kurang 40 cm ini dibuat dari batu jade hijau. Kerajaan memiliki tiga pantung Emerald Budha yang diletakkan di kuil bergantian dalam satu tahun. Siang itu patung Emerald Budha musim panas berada di altar kuil, sedangkan patung Emerald Budha musim hujan dan musim dingin tersimpan –dan dapat kita lihat dari dekat –di dalam galeri kerajaan yang juga menyimpan koin-koin dan perhiasan-perhiasan kerajaan lainnya.  
 wat-phra-outside-01.jpg
Wat phra Kaew, berada di area Phra Ratchathan Chan Nok, area terluar di sisi utara dari Komplek Grand Palace ini dan menjadi pemandangan pertama yang berkesan ketika pertama kali kami melewati Visechaisri (gerbang masuk wisatawan) untuk menuju Komplek Grand Palace. Berhenti sebentar dan luangkan waktu untuk mengabadikan kehadiran kita sebagai latar depan komplek Wat Pra Kaew ini.  Kuil ini menjadi bagian dari Komplek Grand Palace sejak pertama King Rama I mendirikan Komplek Grand Palace di tahun 1782. Komplek Wat Phra Kaew seluas 945 meter persegi ini mempertahankan gaya tradisional bangunan kerajaan Thailand dengan warna emasnya pada kayu-kayu yang diukir, dan bangunan ini menjadi salah satu yang dapat menggambarkan lebih dari 200 tahun perjalanan sejarah kerajaan Thailand dan eksperimen-eksperimen arsitektural yang pernah ada. Emerald Budha Temple tetap berfungsi sebagai tempat suci bagi masyarakat Budha di Thailand, namun secara khusus juga memiliki arti yang sangat penting bagi kerajaan, seperti yang diilustrasikan dalam film “Anna and The King”, bagaimana Raja Mongkut (Rama IV) –diperankan oleh Chow Yun-Fat –bersujud dan berdoa di depan altar tinggi patung budha bewarna hijau –Emerald Budha. Keistimewaan kuil ini sebagai kapel pribadi milik kerajaan ditandai dengan keunikannya sebagai satu-satunya kuil yang tidak memiliki kediaman untuk dihuni oleh biksu-biksu di dalamnya.  
 pagoda02.jpgpagida08.jpg
Perjalanan melihat Komplek Grand Palace ini benar-benar memperkaya wawasan akan sejarah dan budaya Thailand sehingga jika tidak banyak waktu yang kita miliki di negeri Thailand, maka mengunjungi Komplek Grand Palace adalah tujuan yang pertama kali harus terfikirkan. 



sumber : http://myrhythm.wordpress.com/2007/07/02/grand-palace-bangkok-jantung-kota-malaikat/